Kota Madani, Kenapa Tidak ?

Sunday, August 17, 2014


Bagi Anda warga Kota Banda Aceh, tentu tidak asing lagi dengan istilah Kota Madani. Hampir disetiap sudut kota, kita dapat melihat berbagai tulisan di spanduk/baliho/banner yang berisi ajakan dan himbauan kepada masyarakat untuk terus menyongsong dan mewujudkan Kota Banda Aceh sebagai Kota Madani.

Bahkan di berbagai kesempatan, pejabat daerah baik Wali Kota/Wakil Wali Kota dan jajarannya tidak pernah lupa dan terus mengajak setiap individu di Kota Banda Aceh untuk mewujudkan cita-cita Menjadikan Banda Aceh sebagai Kota Madani.

Kota Madani

Istilah Madani dapat diartikan sebagai suatu kelompok masyarakat yang membangun dan menjalankan kehidupannya secara beradap (berperadaban) dengan dasar norma hukum dan ilmu (pengetahuan). Masyarakat yang hidup dalam bingkai Madani, telah memiliki kesadaran dalam menjalankan setiap peran sesuai dengan tugas/kewajibannya. Pada akhirnya, kelompok masyarakat tersebut akan membentuk sebuah masyarakat yang hidup sejahtera, beradap. taat hukum serta cerdas dalam bingkai Kota Madani.

Di era modern sekarang, Kota Madani sering diistilahkan juga dengan civil society. Dimana masyarakatnya menjunjung tinggi nilai etika dan moralitas, hak asasi dan demokratis. Kota Madani sendiri tidak bisa dipisahkan pada konsep Kota Madinah yang dulunya dibangun oleh Rasulullah SAW pada tahun 622 M.
Kota Madinah yang dibangun dengan ayat suci Al-Quran serta keteladanan Rasulullah SAW. Menjunjung nilai keadilan, kebersamaan, toleransi dan hak asasi manusia.

Pada masa itu, hukum ditegakkan dengan adil dimana yang melakukan kesalahan akan diganjar dengan hukuman yang setimpal. Masyarakatnya pun hidup dalam ketaatan akan hukum, menjunjung nilai keadilan dan kejujuran yang semuanya dilandasi semata-mata karena keridhaan Allah SWT. Itulah gambaran bagaimana masyarakat Madinah hidup dahulunya. Sebuah Kota yang menjadi idaman semua orang, Kota Madani.

Banda Aceh Kota Madani

Mewujudkan sebuah kota menjadi Kota Madani bukanlah hal yang mudah. Butuh kerja keras, kerja sama, terobosan serta strategi yang jitu. Namun, ada beberapa catatan yang hendak penulis sampaikan dalam mewujudkan Banda Aceh sebagai kota Madani. Catatan ini penulis simpulkan dari kisah perjalanan Rasulullah SAW dalam menjadikan Kota Madinah sebagai Kota Madani.

1. Bagun Karakter.
Sebelum kaum Muslimin Makkah melakukan hijrah dan menetap di Madinah, Rasulullah sudah terlebih dahulu mengutus Mush’ab bin Umair untuk berdakwah di Kota Madinah. Hal yang disampaikan pertama sekali ke masyarakat Madinah ialah berkenaan tentang Aqidah, Ibadah dan Muamalah.

Bukan tanpa alasan mengapa Rasullullah menunjuk Mush’ab bin Umair untuk menyampaikan 3 pokok hal diatas kepada masyarakat Madinah. Perihal diatas mengajarkan kita untuk memulai segala sesuatu dengan membangun karakter manusianya terlebih dahulu.

Aqidah, disini kita diajarkan tentang perihal mengakui akan keberadaan Tuhan semesta Alam serta tidak mensekutukannya. Mempercayai akan segala kejadian dan kehendak terjadi hanya atas izin Allah SWT. Ibadah, mengajarkan kita bagaimana caranya untuk terus menerus dapat berhubungan dengan Allah SWT, mengajarkan bagaimana kita tidak lupa kepada Tuhan baik dalam keadaan senang ataupun susah. Terakhir Muamalah, mengajarkan kita bagaimana membangun hubungan yang baik dengan sesama manusia. Dimulai dari hubungan dalam persaudaraan, perniagaan/perdagangan sampai berbagi dan tolong menolong.

Hal inilah yang harus dicontoh oleh masyarakat dan Pemerintah di Kota Banda Aceh. Mewujudkan kota Madani haruslah dimulai dari membangun Karakter Manusianya terlebih dahulu. Dimulai dari perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan, pemberdayan pemuda/i, mencetak kader berprestasi dan lainnya. Tugas ini tentu tidak dibebankan pada Pemerintah semata, tetapi harus dimulai dari setiap keluarga.

2. Transparansi
Salah satu peristiwa penting yang terjadi di Kota Madinah di masa Rasulullah ialah lahirnya Piagam Madinah (Shahifatul Madinah). Lahirnya piagam ini didasarkan oleh adanya perjanjian formal yang dilakukan antara Rasulullah dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Madinah. Dokumen perjanjian tersebut disusun sejelas-jelasnya (transparansi) dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Dokumen ini pula menetapkan sejumlah hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin, kaum Yahudi dan komunitas penyembah berhala di Kota Madinah.

Dikarenakan adanya perjanjian ini, telah menciptakan masyarakat Madinah dalam sebuah kesatuan komunitas. Lebih jauh, kunci dalam membangun sebuah kelompok masyarakat dan Pemerintah harus di landasi dengan transparansi informasi. Pemerintah sebagai organisasi penyelenggara Pemerintahan harus bisa menjalankan pemerintahan secara transparansi baik kepada pegawai dan masyarakat.

Keterbukaan informasi dalam pengaturan tugas dan kewajiban kepada setiap individu akan membantu jalannya roda kehidupan di masyarakat secara transparan serta tidak terjadi tumpang tindih tugas dan wewenang. Walikota dan Wakil Wali Kota harus tahu tugas dan kewajibannya dalam menjalankan Pemerintahan, begitu pula dengan jabatan lainnya perwira, guru, karyawan, ekonom, pengusaha, pers, politikus dan juga masyarakat harus tahu tugas dan kewajibannya.

3. IPTEK
Jelas sudah, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah menjadi indikator baik buruknya suatu kelompok masyarakat. Seberapa besar hebatnya suatu kelompok masyarakat jika tidak dibarengi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik dan tepat tentu tidak akan berguna sama sekali. Untuk itu, dalam membangun suatu kelompok masyarakat (peradaban) yang beradab haruslah didasarkan pada ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengatahuan pula setiap individu dapat menghasilkan berbagai karya yang berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat dan Negara (teknologi).

Membandingkan Kota Banda Aceh dengan kota dengan predikat Madani dulunya tentu jauh dari kata sama. Tetapi semangat untuk konsisten dalam mewujudkan kelompok masyarakat yang beradap haruslah terus di galakkan dan terus di tumbuhkan untuk menjadikan Banda Aceh sebagai Kota Madani seperti halnya Madinah, Kairo dan kota besar lainnya di masa lampau. Barangkali permulaan sekarang, kita harus sabar menjaga ‘benih’ dan memupuknya terus menerus. Tetapi dengan konsistensi dan doa kita bersama bukan tidak mungkin Kota Banda Aceh akan menjadi Kota Madani, menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur (negeri yang subur dan makmur, adil dan aman).